Breaking News

Ibu, Bukan Ki Hadjar Dewantara


Selamat hari pendidikan, Ibuku. Pahlawanku yang pertama dan utama. Guruku yang luar biasa. Tak pernah mengharap balas jasa.
Ucapan yang sama juga kupersembahkan untuk para ibu dan calon ibu di seluruh dunia.
Selamat hari lahir, Ki Hadjar. Engkau pendidik dan pengajar yang baik pula. Telah berperan mencerdaskan bangsa Indonesia. Tapi engkau guruku yang kesekian jika dibanding ibuku. Maafkan aku.

Orang tua hendaknya sadar bahwa lima tahun pertama usia anak adalah point penting dalam diri si kecil akan terjadinya perkembangan potensi yang kelak akan sangat berharga sebagai sumber daya manusia. Usia 0-5 tahun itu sering disebut dengan The Golden Years atau The Golden Age. Di usia inilah, 90% dari fisik otak anak mulai terbentuk, maka seharusnya sudah mulai diarahkan karena usia keeamasan ini tidak akan mungkin terjadi untuk yang kedua kalinya.

Maimunah Hasan (2010) menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah berikut ini:
1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar).
2. Kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual).
3. Sosioemosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

gambar: google

Ibu adalah sosok terpenting pada masa keemasan ini. Sebelum anak masuk ke pendidikan formal: PAUD, TK, SD, dan seterusnya, ibulah tempat belajar pertama dan utama pada titik ini. Bahkan sejak masih dalam kandungan. Biasanya untuk memicu dan memacu kecerdasan bayinya, seorang ibu bisa melakukan beberapa cara, misal membiasakan membaca Al Qur’an dan buku-buku, mendengarkan musik klasik, berolah raga secara teratur, dan lain-lain.

Maka, seorang ibu haruslah proaktif mempersiapkan anaknya secara optimal agar bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Seorang ibu mesti cerdas dan tangkas dalam membina calon jagoannya kelak yang akan mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Ibu adalah sekolah pertama dan utama. Ia mengajarkan cara berbahasa (komunikasi), berperilaku, mengatasi persoalan, berkreasi, dan bersosialisasi. Bangku sekolah dan guru hanya berperan beberapa persen saja bila dibandingkan pendidikan yang pertama itu. Karena lingkungan rumah lebih berpengaruh daripada lingkungan sekolah yang tidak lebih dari 8 jam setiap harinya.
Kita sebagai anak pun seyogyanya menyadari hal ini. Senantiasa berterima kasih dan bersyukur atas anugerah Allah yang diberikan kepada kita melalui seorang ibu yang luar biasa. Tentunya, dengan selalu menghormati dan menghargainya. Sebuah hadits Rasul menjelaskan:
Dari Abu Hurairah ra.beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah kita harus berbakti pertama kali?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw. menjawab, ’Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Saw. menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’”
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Berdasarkan hadits tersebut, maka benar bahwa ibu memanglah sosok terpenting bagi kita. Beliaulah pendidik pertama, sekolah dasar paling dasar, sumber kasih sayang, asah, asih dan asuh. Setelah ibu, barulah sosok ayah yang selanjutnya kita hormati sebagai kepala keluarga, penanggungjawab keluarga.

Kepada siapa pun yang membaca tulisan singkat ini, mohon maaf, terlebih dahulu kuucapkan selamat hari pendidikan kepada ibuku dan bukan kepada Ki Hadjar—bukan berarti tidak menghargai beliau sebagai pelopor pendidikan Indonesia, melainkan ingin saling mengingatkan bahwa seorang ibu juga berperan penting dalam pendidikan bagi anak-anaknya.
Ibu adalah sekolah pertamaku sebelum mengenal Ki Hadjar. Aku mengenal Ki Hadjar setelah ibu membawaku ke sebuah sekolah dasar untuk belajar. Belajar ilmu pengetahuan yang kadang membuatku jenuh dan bosan. Tapi pada ibu tidak, ia selalu mengerti dan memahami bagaimana cara mengobatiku dari jenuh dan bosan itu.

Selamat Hari Pendidikan Nasional dan Selamat Hari Ibu.

No comments

Terima kasih telah berkunjung. Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai konten.